INTERPRETASI SASTRA

 TUGAS LAPORAN BACAAN PERTEMUAN MINGGU Ke – 14

[ INTERPRETASI SASTRA ]

MATA KULIAH PENGANTAR PENGKAJIAAN KESUSASTRAAN

Dosen Pengampu : Dr. Abdurahman, M.Pd.

Nama : Reni Putri Maiheni

NIM : 21016107

PRODI PENDIDIKAN BAHASA DAN SASTRA INDONESIA DAN DAERAH JURUSAN BAHASA DAN SASTRA INDONESIA DAN DAERAH FAKULTAS BAHASA DAN SENI UNIVERSITAS NEGERI PADANG 2021


                    INTERPRETASI SASTRA 




PENDAHULUAN

Sastra adalah sebuah karya yang terbuka terhadap berbagai interpretasi (penafsiran). Interpretasi merupakan proses menyampaikan pesan (makna) yang secara eksplisit dan implisit termuat dalam karya sastra. Interpreter adalah juru bahasa atau penerjemah pesan yang terdapat dalam karya sastra. Pesan yang tidak begitu saja langsung jelas kepada setiap pembaca oleh karena bahasa yang banyak digunakan dalam karya sastra adalah bahasa konotatif. Bahasa yang memungkinkan berbagai penafsiran. Karena cirinya yang demikian inilah, maka dibutuhkan metode interpretasi yang cocok dan hermeneutika sangat memungkinkan untuk maksud tersebut. Hermeneutika dikenal sebagai ilmu interpretasi makna dari sebuah teks.

Interpretasi tafsiran adalah proses komunikasi melalui lisan atau gerakan antara dua atau lebih pembicara yang tak dapat menggunakan simbol-simbol yang sama. Dalam KBBI, orang yang melakukan interpretasi disebut interpreter.

Menurut definisi, interpretasi hanya digunakan sebagai suatu metode jika hal tersebut dibutuhkan. Jika suatu objek (karya seni, ujaran, dan lain - lain cukup jelas maknanya, objek tersebut tidak akan mengundang suatu interpretasi. Istilah interpretasi sendiri dapat merujuk pada proses penafsiran yang sedang berlangsung atau hasilnya. Suatu interpretasi dapat merupakan bagian dari suatu presentasi atau penggambaran informasi yang diubah untuk menyesuaikan dengan suatu kumpulan simbol spesifik. Informasi itu dapat berupa lisan, tulisan, gambar, matematika, atau berbagai bentuk bahasa lainnya. Makna yang kompleks dapat timbul sewaktu penafsir baik secara sadar ataupun tidak melakukan rujukan silang terhadap suatu objek dengan menempatkannya pada kerangka pengalaman dan pengetahuan yang lebih luas. Tujuan interpretasi biasanya adalah untuk meningkatkan pengertian.


PEMBAHASAN


A. Hakikat Interpretasi Terhadap Karya Sastra

    Secara garis besar intrerpretasi sastra adalah proses menyampaikan pesan (makna) yang secara eksplisit dan implisit termuat dalam karya sastra. Interpretasi adalah bentuk khusus mengenai laporan penerimaan. Sama seperti dalam proses penerimaan biasa, maka pembaca yang menafsirkan mengartikan sebuah teks, tetapi tafsiran-tafsiran selalu disusun secara sistematik. Interpretasi sastra berkaitan dengan Hermeneutika. Secara etimologis istilah hermeneutika berasal dari kata kerja bahasa Yunani Kuno yaitu hermeneuein yang berarti menafsirkan atau menginterpretasi, dari kata benda hermenia diterjemahkan penafsiran atau interpretasi (Sumaryono, 1999: 23).

    Dalam mitologi Yunani, kedua kata ini yaitu hermeneuein dan hermenia ini sering dikaitkan dengan tokoh Hermes, seorang utusan yang mempunyai tugas menyampaikan pesan Jupiter kepada manusia. Tugas menyampaikan pesan mengandung makna yakni (1) mengungkapkan sesuatu yang masih berada dalam pikiran melalui kata-kata (bahasa) sebagai media penyampaian (speaking), (2) mengusahakan penyampaian yang jelas, logis sesuatu yang sebelumnya kurang jelas atau samar-samar agar maksud dari pembicara dapat dipahami (explanation) (3) mengalihbahasakan ucapan para dewa ke dalam bahasa yang dapat dimengerti manusia dalam arti menerjemahkan bahasa asing ke dalam bahasa yang dapat dipahami pembaca (translating). Pengalihbahasaan sesungguh-nya identik dengan penafsiran ( Palmer, 2003). Dari situ kemudian pengertian kata hermeneutika memiliki kaitan dengan sebuah penafsiran atau interpretasi.

    Pada dasarnya hermeneutika berhubungan dengan bahasa. Karya sastra adalah Realita yang dibahasakan. Karya yang merupakan himpunan pengetahuan yang dibahasakan dibungkus dengan satu sistem ideologi tertentu. Oleh karena itu hermeneutika amat diperlukan untuk menafsirkan pesan ideologis yang terdapat dalam karya sastra.

B. Hal yang Mempengaruhi Interpretasi Terhadap Karya Sastra

Interpretasi karya sastra dipengaruhi oleh konteks teks dan konteks karya pengarangnya

Pembaca memiliki kebebasan tertentu dalam penentuan makna umum yang juga disebut makna tematik

Perbedaan antarpembaca secara individu karena banyakanya kemungkinan variasi yang terjadi dalam hal umum, minat, pengetahuan, dan latar belakang

Perbedaan antarpembaca secara kelompok dapat digambarkan secara sistematis, dengan bertolak belakang dari perbedaan dalam hal pendidikan, lapisan masyarakat, agama, atau jenis kelamin


C. Hakikat Evaluasi Terhadap Karya Sastra

    Kritik sastra adalah pertimbangan baik buruk karya sastra, pertimbangan karya seni atau tidaknya dalam kata pertimbangan terkandung arti memberi nilai sebab itu, dalam kritik sastra tak dapat ditinggalkan pekerjaan menilai. Karya sastra adalah termasuk karya seni, seperti halnya karya-karya seni lainnya. Menurut KBBI, evaluasi adalah paya penilaian secara teknis dan ekonomis terhadap suatu cebakan bahan galian untuk kemungkinan pelaksanaan penambangannya. Jadi dapat disumpulkan bahwa evaluasi terhadap karya sastra adalah menilai sebuah karya sastra.

    Karya sastra sebagai karya seni memerlukan pertiimbangan, memerlukan penilaian akan “seninya”. Sampai sejauh manakah nilai seni suatu karya sastra ataupun mengapakah suatu karya sastra dikatakan mempunyai nilai seni, sedang karya sastra yang lain kurang atau tidak mempunyai nilai seni atau dengan kata lain mengapakah suatu karya sastra ini “indah” sedangkan karya sastra lain tidak.

Jika dikutip pendapat Rene Wellek bahwa kita tak dapat memahami dan menganalisis karya seni tanpa menunjuk kepada nilai, karena kalau kita menyatakan suatu struktur sebagai karya seni, kita sudah memakai timbangan penilaian. Jadi, bila mengeritik karya sastra tanpa penilaian, maka karya sastra yang kita kritik itu tetap tidak dapat kita pahami baik-buruknya, atau berhasil tidaknya sastrawan mengungkapkan pengalaman jiwanya. Membcarakan atau menganalisis karya sastra tanpa pembicaraan penilaian menjadi kehilangan sebagian artinya, kehilangan “rasanya” , karena dalam karya sastra yang menarik adalah sifat seninya, dan sifat estetikanya lah yang dominan dalam karya sastra. Sebab itu, pembicaraan karya sastra sebagai karya seni yang harus disertai penilaian. Kritik sastra tidak dapat dipisahkan dengan penilaian.

D. Ragam Evaluasi Terhadap Karya Sastra

Tolak ukur struktur, sebuah karya sastra dievaluasi berdasarkan rancang bangun atau sejauh mana keselurahan dan bagian-bagiannya merupakan kesatuan.

Tolak ukur estetika, sebuah karya dinilai berdasarkan kenikmatan estetis yang dialami melalui rancang bangun dan bentuk sastranya.

Tolak ukur ekspresivitas, sebuah karya sastra dievaluasi berdasarkan wawasan yang diberikannya tentang pribadi, perasaan, atau niatan pengarag.

Tolak ukur realisme, sebuah karya sastra dievaluasi berdasarkan gambarnya tentang wawasan manusia, budaya, dan zaman.

Tolak ukur kognitif, sebuah karya sastra dievaluasi berdasarkan jika ia memberikan wawasan baru dan menambah pengetahuan pembaca.

Tolak ukur rasa, sebuah karya sastra dievaluasi berdasarkan kadar kekuatannya untuk memungkinkan pembaca beridentifikasi dengan apa yang dikisahkan atau dikemukakan sebagai pendirian.

Tolak ukur moral, sebuah karya sastra dievaluasi berdasarkan nilai moral (yang dianggap benar)

Tolak ukur tradisi dan pembaruan, karya sastra dievaluasi berdasarkan pembaru atau justu sebagai kelanjutan yang sesuai dengan tradisi suatu ragam atau kurun waktu.

Ragam varian hermeneutika itu dalam kerangka kajian sastra, mulai hermeneutika tradisional, dialektik, hingga ontologis. Berikut ini akan dijelaskan satu persatu ketiga pembagian menurut Lefevere (1977) berikut ini.

Hermeneutika tradisional biasa disebut hermeneutika “romantik” dirintis oleh Friedrich Schleiermacher, kemudian dilanjutkan Wilhelm Dilthey. Mereka berpandangan bahwa verstehen (pemahaman) adalah proses mental dan pemikiran yang aktif, merespons pesan dari pikiran yang lain dengan bentuk-bentuk yang berisikan makna tertentu Pada konteks ini dapat diketahui bahwa dalam menafsirkan teks, Schleiermacher lebih menekankan pada “pemahaman pengalaman pengarang” atau bersifat psikologis, sedangkan Dilthey menekankan pada “ekspresi kehidupan batin” atau makna peristiwa-peristiwa sejarah (Lefevere, 1997: 47). Apabila dicermati, keduanya dapat dikatakan memahami hermeneutika sebagai penafsiran reproduktif. Namun, pandangan mereka ini diragukan oleh Lefevere (1977) karena dipandang sangat sulit dimengerti bagaimana proses ini dapat diuji secara intersubjektif. Keraguannya ini agaknya didukung oleh pandangan Valdes (1987: 58) yang menganggap proses seperti itu serupa dengan teori histori yang didasarkan pada penjelasan teks menurut konteks pada waktu teks tersebut disusun dengan tujuan mendapatkan pemahaman yang definitif.

Hermeneutika dialektik, dirumuskan oleh Karl Otto Apel (dalam Lefevere, 1977: 49). Ia mendefinisikan verstehen tingkah laku manusia sebagai suatu yang dipertentangkan dengan penjelasan berbagai kejadian alam. Apel mengatakan bahwa interpretasi tingkah laku harus dapat dipahami dan diverifikasi secara in tersubjektif dalam konteks kehidupan yang merupakan permainan bahasa. Sehubungan dengan hal itu, lebih jauh Lefevere (1977: 49) menilai bahwa secara keseluruhan hermeneutika dialektik yang dirumuskan Apel sebenarnya cenderung mengintegrasikan berbagai komponen yang tidak berhubungan dengan hermeneutika itu sendiri secara tradisional. Apel tampakanya mencoba memadukan antara penjelasan (erklaren) dan pemahaman (verstehen); keduanya harus saling mengimplikasikan dan melengkapi satu sama lain. Ia menyatakan bahwa tidak seorang pun dapat memahami (verstehen) sesuatu tanpa pengetahuan faktual secara potensial.

Hermeneutika ontologis, digagas oleh Hans-Georg Gadamer. Gadamer (dalam Lefevere, 1977: 50) mengatakan bahwa semua yang membutuhkan penetapan dan pemahaman dalam suatu percakapan memerlukan hermeneutika. Begitu pun ketika dilakukan pemahaman terhadap teks sastra. Dalam mengemukakan deskripsinya, ia bertolak dari pemikiran filosof Martin Heidegger. Gadamer tidak lagi memandang konsep verstehen sebagai konsep metodologis, melainkan memandang verstehen sebagai pemahaman yang mengarah pada tingkat ontologis. Dalam hal ini, Gadamer menolak konsep hemeneutika sebagai metode. Kendatipun menurutnya hermeneutika adalah pemahaman, dia tidak menyatakan bahwa pemahaman itu bersifat metodis.

PENUTUP

   Secara garis besar intrerpretasi sastra adalah proses menyampaikan pesan (makna) yang secara eksplisit dan implisit termuat dalam karya sastra. Interpretasi adalah bentuk khusus mengenai laporan penerimaan. Sama seperti dalam proses penerimaan biasa, maka pembaca yang menfsirkan mengartikan sebuah teks, tetapi tafsiran-tafsiran selalu disusun secara sistematik..Interpretasi sastra berkaitan dengan Hermeneutika. Secara etimologis istilah hermeneutika berasal dari kata kerja bahasa Yunani Kuno yaitu hermeneuein yang berarti menafsirkan atau menginterpretasi, dari kata benda hermenia diterjemahkan penafsiran atau interpretasi (Sumaryono, 1999: 23). Interpretasi terhadap karya sastra dipengaruhi oleh konteks teks dan pengarang serta perbedaan antarpembaca invidu dan kelompok. 

    Menurut KBBI, evaluasi adalah paya penilaian secara teknis dan ekonomis terhadap suatu cebakan bahan galian untuk kemungkinan pelaksanaan penambangannya. Jadi dapat disumpulkan bahwa evaluasi terhadap karya sastra adalah menilai sebuah karya sastra. Ragam evaluasi sastra terdiri dari tolak ukur struktur, estetika, ekspresivitas, realisme, kognitif, rasa, moral, serta tradisi dan pembaruan. Menurut Lefevere (1977) ragam varian hermeneutika dalam kerangka kajian sastra, yaitu hermeneutika tradisional, dialektik, hingga ontologis.

DAFTAR PUSTAKA

• https://www.scribd.com/document/423375293/Makalah-Pend-Bahasa-Dan-Sastra 

• Avvank, A. Dkk. (2003). Sastra Indonesia. Medan: Tritunggal

• Sumanto, Drs. (1998). Pembelajaran Sastra. Jakarta: Pusat Penerbitan Universitas Terbuka

• https://www.infodiknas.com/pendekatan-metode-strategi-model-pembelajaran-sastra.html

• Simega, Marthin. 2013. Hermeneutika Sebagai Interpretasi Makna Dalam Kajian Sastra. Jurnal Keguruan dan Ilmu Pendidikan Vol.2 No.1, Toraja: Universitas Kristen Indonesia.

• Luxemberg, Jan van dkk. 1986. Pengantar Ilmu Sastra, Jakarta: PT. Gramedia.

• Halimah. 2020. Interpretasi dan Penilaian Karya Sastra, https://www.youtube.com/watch?v=LVff0F1WVL4, diakses pada 26 November 2021.

• Pradopo, Rachmat Djoko. 2007. Prinsip-prinsip Kritik sastra, Yogyakarta:

Gadjah Mada University Press.

• Rafi, dkk. 2015. Memahami Berbagai Pendekatan dalam Interpretasidan Evaluasi Karya Sastra. Bogor: STKIP Muhammadiyah Bogor.


Postingan Populer