PENDEKATAN OBJEKTIF DAN MIMETIK DALAM ANALISIS KARYA SASTRA

 TUGAS LAPORAN BACAAN PERTEMUAN MINGGU Ke – 12

[ Pendekatan objektif dan Mimetik

dalam Analisis karya Sastra ]

MATA KULIAH PENGANTAR PENGKAJIAAN KESUSASTRAAN

Dosen Pengampu : Dr.Abdurahman,M.pd

Nama : Reni Putri Maiheni

NIM : 21016107

PRODI PENDIDIKAN BAHASA DAN SASTRA INDONESIA DAN DAERAH JURUSAN BAHASA DAN SASTRA INDONESIA DAN DAERAH FAKULTAS BAHASA DAN SENI UNIVERSITAS NEGERI PADANG 2021




PENDAHULUAN

Karya sastra merupakan kesusastraan, karya tulis, yang jika dibandingkan dengan tulisan lain memiliki berbagai cirri keunggulan,seperti keaslian, keartistikan, keindahan dalam isi dan ungkapannya, drama, epik, dan lirik. (Kamus Besar Bahasa Indonesia : 786). Ada beberapa jenis karya sastra diantaranya, sastra bandingan, sastra daerah, sastra dunia, sastra erotik, sastra hiburan, sastra Indonesia, sastra Indonesia klasik, sastra tulisan dan sastra lainnya. Karya sastra itu sendiri berisi mengenai pengalaman yang biasanya dialami oleh pengarang itu sendiri.

Ada banyak pula pendekatan yang dapat digunakan untuk melakukan kritik terhadap karya sastra,seperti pendekatan mimesis, pragmatis, ekspresif, objektif, semiotik, sosiologis, psikologis, dan pendekatan moral. Maka dalam tulisan ini akan membahas mengenai pendekatan Objektif dan mimesis.

Kegiatan menganalisis karya sastra merupakan hal yang lumrah dilakukan sebagai suatu proses pemaknaan atau pemberian makna terhadap karya sastra dengan intensitas estetik, istilah lainnya adalah konkretisasi. Berbagai pendekatan ditawarkan, salah satu diantaranya pendekatan objektif yaitu pendekatan yang menitikberatkan pada karya sastra itu sendiri, pendekatan ini beranggapan karya sastra sebagai sesuatu yang otonom. Sebagai struktur yang otonom, karya sastra dapat dipahami sebagai suatu kesatuan yang bulat dengan unsur-unsur pembangunnya. Oleh karena itu, untuk memahami maknanya, karya sastra harus dianalisis berdasarkan strukturnya sendiri, lepas dari berbagai unsur yang ada di luar struktur signifikansinya

Berbagai pandangan mengenai pendekatan karya sastra diuraikan oleh para pakar sastra. Abrams dalam Sarjono (2005:62) menyatakan keragaman teori dapat dipahami dan diteliti jika berpangkal pada situasi karya sastra secara menyeluruh ( the total situation of a work of art ). Diuraikan oleh Abrams ( 1979 : 3-29), terdapat empat pendekatan dalam menganalisis atau mengkaji karya satra, yaitu pendekatan yang menonjolkan kajiannya terhadap peran pengarang sebagai pencipta karya sastra disebut pendekatan ekspresif; pendekatan yang lebih menitikberatkan pada peranan pembaca sebagai penyambut atau penghayat sastra yaitu pendekatan pragmatik; pendekatan yang lebih berorientasi pada aspek referensial dalam kaitannya dengan dunia nyata yaitu pendekatan mimetik; sedangkan yang memberi perhatian penuh pada karya sastra sebagai sesuatu struktur yang otonom dengan koherensi intrinsik yaitu pendekatan objektif.

Keempat pendekatan tersebut memiliki konsep yang berbeda-beda, akan tetapi dalam perkembangannya saling melengkapi. Artinya tidak ada satu model pun yang paling tepat karena karya satra sebagai objek kajian hadir sangat beragam dan memiliki tuntutan sendiri-sendiri (Suwondo, 2001:53)

Selanjutnya tulisan ini dibatasi hanya membahas pendekatan objektif dan mimetik.

PEMBAHASAN

1. Pengertian Pendekatan Objektif

Pendekatan objektif menganggap karya sastra itu sebagai sesuatu yang mandiri, otonom, bebas dari pengarang, pembaca dan bunia sekelilingnya. Orientasi ini cenderung menerangkan karya sastra atas kompleksitas, koherensi keseimbangan integritas, dan saling hubungan antar unsur yang membentuk karya sastra.

Pendekatan objektif adalah pendekatan yang memberi perhatian penuh pada karya sastra sebagai struktur yang otonom, karena itu tulisan ini mengarah pada analisis karya sastra secara strukturalisme. Sehingga pendekatan strukturalisme dinamakan juga pendekatan objektif. Semi (1993: 67) menyebutkan bahwa pendekatan struktural dinamakan juga pendekatan objektif, pendekatan formal, atau pendekatan analitik. Strukturalisme berpandangan bahwa untuk menanggapi karya sastra secara objektif haruslah berdasarkan pemahaman terhadap teks karya sastra itu sendiri. Proses menganalisis diarahkan pada pemahaman terhadap bagian-bagian karya sastra dalam menyangga keseluruhan, dan sebaliknya bahwa keseluruhan itu sendiri dari bagian-bagian.

Oleh karena itu, untuk memahami maknanya, karya sastra harus dianalisis berdasarkan strukturnya sendiri, lepas dari latar belakang sejarah, lepas dari diri dan niat penulis, dan lepas pula dari efeknya pada pembaca. Mengacu istilah Teeuw (1984: 134), yang penting hanya close reading, yaitu cara membaca yang bertitik tolak dari pendapat bahwa setiap bagian teks harus menduduki tempat di dalam seluruh struktur sehingga kait-mengait secara masuk akal (Pradotokusumo, 2005: 66).

Jeans Peaget menjelaskan bahwa di dalam pengertian struktur terkandung tiga gagasan, Pertama, gagasan keseluruhan (whoneles), dalam arti bahwa bagian-bagian menyesuaikan diri dengan seperangkat kaidah intrinsik yang menentukan baik keseluruhan struktur maupun bagian-bagiannya. Kedua, gagasan transformasi (transformation), yaitu struktur itu menyanggupi prosedur transformasi yang terus-menerus memungkinkan pembentukan bahan-bahan baru. Ketiga, gagasan mandiri (Self Regulation), yaitu tidak memerlukan hal-hal dari luar dirinya untuk mempertahankan prosedur transformasinya. Sekaitan dengan itu Aristoteles dalam Djojosuroto (2006: 34) menyebutkan adanya empat sifat struktur, yaitu: order (urutan teratur), amplitude (keluasan yang memadai), complexity (masalah yang komplek), dan unit (kesatuan yang saling terjalin).

Sejalan dengan konsep dasar di atas, memahami sastra strukturalisme berarti memahami karya sastra dengan menolak campur tangan dari luar. Jadi memahami karya sastra berarti memahami unsur-unsur yang membangun struktur. Dengan demikian analisis struktur bermaksud memaparkan dengan cermat kaitan unusr-unsur dalam sastra sehingga menghasilkan makna secara menyeluruh. Rene Wellek (1989: 24) menyatakan bahwa analisis sastra harus mementingkan segi intrinsik. Senada dengan pendapat tersebut Culler memandang bahwa karya sastra bersifat otonom yang maknanya tidak ditentukan oleh hal di luar karya sastra itu. Istilah lainnya anti kausal dan anti tinjauan historis (Djojosuroto, 2006: 35).

pendekatan objektif adalah pendekatan yang memfokuskan perhatian kepada karya sastra itu sendiri. Pendekatan ini memandang karya sastra sebagai struktur yang otonom dan bebas dari hubungannya dengan realitas, pengarang maupun pembaca. Pendekatan ini juga dapat disejajarkan dengan pendekatan yang digagas Welek & Waren (1990) sebagai pendekatan intrinsik karena peneliti lebih memfokuskan penelitiannya pada unsur intrinsik karya sastra yang dipandang memiliki kebulatan, koherensi, dan kebenaran sendiri.

A. Konsep Dasar Pendekatan Objektif

Pendekatan struktural dipelopori oleh kaum Formalis Rusia dan Strukturalisme Praha, yang mendapat pengaruh langsung dari teori Saussure yang mengubah studi linguistik dari pendekatan diakronik ke sinkronik. Studi linguistik tidak lagi ditekankan pada sejarah perkembangannya, melainkan pada hubungan antar unsurnya. Masalah unsur dan hubungan antarunsur merupakan hal yang penting dalam pendekatan ini (Nurgiyantoro, 2000:36). Aliran ini muncul dengan teori strukturalisme yang dikemukakan oleh anthropolog Perancis, Claudio Levi Strauss. Teori ini dikembangkan dalam linguistik oleh Ferdinand de Saussure dengan bukunya Cours de Linguistique Generale.(Djojosuroto, 2006: 33)

Pendekatan Objektif adalah pendekatan yang memberi perhatian penuh pada karya sastra sebagai struktur yang otonom, karena itu tulisan ini mengarah pada analisis karya sastra secara strukturalisme. Sehingga pendekatan strukturalisme dinamakan juga pendekatan objektif. Semi (1993:67) menyebutkan bahwa pendekatan struktural dinamakan juga pendekatan objektif, pendekatan formal, atau pendekatan analitik. Strukturalisme berpandangan bahwa untuk menanggapi karya sastra secara objektif haruslah berdasarkan pemahaman terhadap teks karya sastra itu sendiri. Proses menganalisis diarahkan pada pemahaman terhadap bagian-bagian karya sastra dalam menyangga keseluruhan, dan sebaliknya bahwa keseluruhan itu sendiri dari bagian-bagian (Sayuti, 2001; 63). , Oleh karena itu, untuk memahami maknanya, karya sastra harus dianalisis berdasarkan strukturnya sendiri, lepas dari latar belakang sejarah, lepas dari diri dan niat penulis, dan lepas pula dari efeknya pada pembaca. Mengacu istilah Teeuw (1984:134) , jadi yang penting hanya close reading, yaitu cara membaca yang bertitik tolak dari pendapat bahwa setiap bagian teks harus menduduki tempat di dalam seluruh struktur sehingga kait-mengait secara masuk akal ( Pradotokusumo, 2005 : 66) .

Jeans Peaget dalam Suwondo (2001:55) menjelaskan bahwa di dalam pengertian struktur terkandung tiga gagasan , Pertama, gagasan keseluruhan (whoneles), dalam arti bahwa bagian-bagian menyesuaikan diri dengan seperangkat kaidah intrinsik yang menentukan baik keseluruhan struktur maupun bagian-bagiannya. Kedua, gagasan transformasi (transformation), yaitu struktur itu menyanggupi prosedur transformasi yang terus-menerus memungkinkan pembentukan bahan-bahan baru. Ketiga, gagasan mandiri (Self Regulation), yaitu tidak memerlukan hal-hal dari luar dirinya untuk mempertahankan prosedur transformasinya. Sekaitan dengan itu Aristoteles dalam Djojosuroto (2006 : 34) menyebutkan adanya empat sifat struktur, yaitu: order (urutan teratur), amplitude (keluasan yang memadai), complexity (masalah yang komplek), dan unit (kesatuan yang saling terjalin)

Sejalan dengan konsep dasar di atas, Suwondo (2001:55) berpendapat memahami sastra strukturalisme berarti memahami karya sastra dengan menolak campur tangan dari luar. Jadi memahami karya sastra berarti memahami unsur-unsur yang membangun struktur. Dengan demikian analisis struktur bermaksud memaparkan dengan cermat kaitan unusr-unsur dalam sastra sehingga menghasilkan makna secara menyeluruh. Rene Wellek (1958 : 24) menyatakan bahwa analisis sastra harus mementingkan segi intrinsik. Senada dengan pendapat tersebut Culler memandang bahwa karya sastra bersifat otonom yang maknanya tidak ditentukan oleh hal di luar karya sastra itu ( Culler, 1977:127). Istilah lainnya anti kausal dan anti tinjauan historis (Djojosuroto, 2006:35)

Analisis karya sastra dengan pendekatan strukturalisme memiliki berbagai kelebihan, diantaranya (1) pendekatan struktural memberi peluang untuk melakukan telaah atau kajian sastra secara lebih rinci dan lebih mendalam, (2) pendekatan ini mencoba melihat sastra sebagai sebuah karya sastra dengan hanya mempersoalkan apa yang ada di dalam dirinya, (3) memberi umpan balik kepada penulis sehingga dapat mendorong penulis untuk menulis secara lebih berhati-hati dan teliti (Semi, 1993: 70). Selain memiliki beberapa kelebihan, pendekatan inipun mengandung berbagai kelemahan. Secara terinci Teeuw menjelaskan empat kelemahan strukturalisme murni , yakni: 1) strukturalisme belum mengungkapkan teori sastra yang lengkap, 2) karya sastra tidak dapat diteliti secara terasing dan harus dipahami dalam suatu sistem satra dengan latar belakang sejarahnya, 3) adanya unsur objektif dalam karya sastra disangsikan karena peranan pembaca cukup dalam turut memberi makna, 4) penafsiran puisi yang menitikberatkan otonomi puisi menghilangkan konteks dan fungsinya sehingga puisi dimenaragadingkan dan kehilangan relevansi sosialnya (Teeuw, 1984 : 176). Sekaitan dengan itu Scholes dalam Sayuti (2001:64) menyatakan bahwa strukturalisme menghadapi bahaya karena dua hal pokok, yaitu (1) tidak memiliki kelengkapan sistematis yang justru menjadi tujuan pokoknya, (2) menolak makna atau isi karya sastra dalam konteks kultural di seputar sistem sastra. Hal ini disebabkan karena analisis struktural itu merupakan kesatuan yang bulat dan utuh, tidak memerlukan pertolongan dari luar struktur, padahal karya sastra itu tidak terlepas dari situasi kesejarahannya, kerangka sosial budayanya. Di samping itu peran pembaca sebagai pemberi makna karya sastra tidak dapat diabaikan. Kendati mengandung berbagai kelemahan Teeuw (1983:61) berpendapat bahwa bagaimanapun juga analisis struktural merupakan tugas prioritas bagi serorang peneliti sastra sebelum ia melangkah pada hal-hal lain. Jadi, untuk memahami karya sastra secara optimal, pemahaman terhadap struktur merupakan tahap yang sukar dihindari. Akibat adanya berbagai kelemahan itulah kemudian para kritikus mengembangkan model-model pendekatan lain sebagai reaksi strukturalisme dengan tetap mempertahankan prinsip struktur dan membuang prinsip otonomi yang dijelaskan dalam strukturalisme murni, seperti semiotik dan dekonstruksi.

Pada intinya, teori strukturalisme beranggapan karya sastra itu merupakan sebuah struktur yang unsur-unsurnya saling berkaitan. Sehingga unsur-unsurnya itu tidak mempunyai makna dengan sendirinya, maknanya ditentukan oleh saling keterkaitan dengan unsur-unsur lainnya sehingga membentuk totalitas makna. Adapun tujuannya adalah mendeskripsikan secermat mungkin keterkaitan semua unsur karya sastra yang secara bersama-sama sehingga menghasilkan makna karya sastra secara menyeluruh. Sebagai konsekuensi terhadap pandangan yang menganggap karya sebagai sesuatu yang otonom ,bagian selanjutnya adalah bagaimana menerapkannya dalam menganalisis karya sastra khususnya puisi ?

B. Penerapan Pendekatan Objektif

Pendekatan ini lebih banyak digunakan dalam bidang puisi (Jefferson, 1982:84) Tulisan ini pun bermaksud menerapkan pendekatan objektif dalam menganalisis puisi. Dalam lingkup puisi , Pradopo (2000: 14) menguraikan bahwa karya sastra itu tak hanya merupakan satu sistem norma, melainkan terdiri dari beberapa strata (lapis) norma. Masing-masing norma menimbulkan lapis norma dibawahnya. Mengacu pendapat Roman Ingarden, seorang filsuf Polandia, Rene Wellek dalam Pradopo (2000:14) menguraikan norma-norma itu , yaitu (1) lapis bunyi (sound stratum), misalnya bunyi suara dalam kata,frase, dan kalimat,(2) lapis arti (units of meaning), misalnya arti dalam fonem, suku kata, kata, frase, dan kalimat, (3) lapis objek, misalnya objek-objek yang dikemukakan seperti latar, pelaku, dan dunia pengarang. Selanjutnya Roman Ingarden masih menambahkan dua lapis norma lagi (1) lapis dunia , dan (2) lapis metafisis.

Waluyo (1987: 145) menjelaskan, struktur puisi dibangun oleh struktur fisik (metode pengucapan makna) dan struktur batin (makna) puisi.

Secara sederhana, penerapan pendekatan objektif dalam menganilis karya sastra dalam hal ini Puisi , dapat diformulasikan sebagai berikut . Pertama, mendeskripsikan unsur-unsur struktur karya sastra. Kedua, mengkaji keterkaitan makna antara unusr-unsur yang satu dengan lainya. Ketiga, mendeskripsikan fungsi serta hubungan antar unsur (intrinsik) karya yang bersangkutan . Adapun langkah-langkah menelaah puisi dapat melalui tahap-tahap yang dikemukakan oleh Waluyo ( 1987: 146), tahap 1) menentukan struktur karya sastra, 2) menentukan penyair dan kenyataan sejarah, 3) menelah unsur-unsur, dan 4) sintesis dan interpretasi. Dengan empat tahap tersebut, diharapkan puisi dapat dipahami sebagai struktur dan sebagai suatu kesatuan yang bulat dan utuh. Sejalan dengan itu Djojosuroto (2006:60) mengemukakan analisis strategi pemahaman puisi. Strategi tersebut dimulai dengan : 1) pemahaman makna kata, 2) pemahaman baris dan bait, dan 3) pemahaman totalitas makna.

2. Pengertian Pendekatan Mimetik

Istilah mimetik berasal dari bahasa Yunani ‘mimesis’ yang berarti ‘meniru’,‘tiruan' atau ‘perwujudan’. Secara umum mimetik dapat diartikan sebagai suatu pendekatan yang memandang karya sastra sebagai tiruan atau pembayangan dari dunia kehidupan nyata. Mimetik juga dapat diartikan sebagai suatu teori yang dalam metodenya membentuk suatu karya sastra dengan didasarkan pada kenyataan kehidupan sosial yang dialami dan kemudian dikembangkan menjadi suatu karya sastra dengan penambahan skenario yang timbul dari daya imajinasi dan kreatifitas pengarang dalam kehidupan nyata tersebut.

Pengertian mimetik menurut para ahli:

a. Plato Mengungkapkan bahwa sastra atau seni hanya merupakan peniruan (mimesis) atau pencerminan dari kenyataan.

b. Aritoteles Ia berpendapat bahwa mimetik bukan hanya sekedar tiruan, bukan sekedar potret dan realitas, melainkan telah melalui kesadaran personal batin pengarangnya.

c. Raverzt Berpendapat bahwa mimetik dapat diartikan sebagai sebuah pendekatan yang mengkaji karya sastra yang berupay auntuk mengaitkan karya sastra dengan realita satau kenyataan.

d. Abrams Mengungkapkan pendekatan mimetik adalah pendekatan kajian sastra yang menitik beratkan kajiannya terhadap hubungan karya sastra dengan kenyataan di luar karya sastra.

A. SejarahMimetik

• Pandangan tentang mimetic pertama kali diungkapkan oleh filsuf terkenal yaitu Plato yang kemudian diungkapkan lagi oleh muridnya yaitu Aristoteles. Plato berpendapat bahwa seni hanyalah tiruan alam yang nilainya jauh di bawah kenyataan dan ide. Menurutnya lagi, seni adalah sesuatu yang rendah, yang hanya menyajikan suatu ilusi tentang kenyataan dan tetap jauh dari kenyataan.

• Berbeda dengan Plato, Aristoteles menyatakan bahwa tiruan itu justru membedakannya dari segala sesuatu yang nyata dan umum karena seni merupakan aktivita smanusia. Dalam sebuah penciptaan sastrawan tidak semata-mata meniru kenyataan melainkan sekaligus menciptakan.

• Mimetik berasal dari bahasa Yunani ‘mimesis’ yang berart itiruan. Dalam hubungannya dengan kritik sastra mimetic diartikan sebagai sebuah pendekatan yang dalam mengkaji karya sastra selalu berupaya untuk mengaitkan karya sastra dengan realitas atau kenyataan. Perbedaan pandangan Plato dan Aristoteles menjadi sangat menarik karena keduanya merupakan awal filsafat alam, merekalah yang menghubungkan antara persoalan filsafat dengan kehidupan (Ravertz, 2007: 12).

• Pengertian mimesis (Yunani: perwujudan atau peniruan) pertama kali dipergunakan dalam teori-teori tentang seni seperti dikemukakan Plato (428-348) dan Aristoteles (384-322), dan dari abad ke abad sangat memengaruh iteori-teori mengenai seni dan sastra di Eropa (Van Luxemburg, 1986:15).

B. Tokoh-Tokoh Teori Mimetik

1. Plato (427-347 SM)

Dilahirkan di lingkungan keluarga bangsawan kota Athena. Semenjak muda ia sangat mengagumi Socrates (470-399), seorang filsuf yang menentang ajaran parasofis, sehingga pemikiran Plato sangat dipengaruhi sosok yang di kemudian hari menjadi gurunya tersebut. Salah satu pemikiran pemikiran Plato yang terkenal ialah pandangannya mengenai realitas .Menurutnya realitas seluruhnya terbagi atas dua dunia: dunia yang terbuka bagi rasio dan unia yang hanya terbuka bagi pancai ndra. Dunia pertama terdiri atas idea-idea dan dunia berikutnya ialah dunia jasmani .Bahkan pemikiran Plato tersebut bahkan berhasil mendamaikan pertentangan antara pemikiran Hera Kleitosdan Parmenides (Bartness.1979:14). Pandangan Plato mengenai dunia tersebut sterkait juga dengan konsep mimesis.

Aristoteles (384-322)

Lahir di Stagirus, Macedonia, di daerahTharke, Yunani Utara tahun 384 SM. Ia belajar di sekolah filsafat yang didirikan Plato dan tinggal di Akademia hingga Plato meninggal dunia.

2. MH (Meyer Howard) Abrams

Lahir di Jewis, 23 juli 1912. Class of 1916 Profesor Emeritus SastraI nggris, telah menjadi anggota dari Departemen Bahasa Inggris di Cornell University sejak 1945. Dia adalah otoritas pada literature abad ke-18 dan 19, kritik sastra, dan Romantisisme Eropa.

Tokoh mimetic lainnya yaitu Levin dan Ravertz.

C. Tentang Teori Mimetik

Dalam teori mimetic terdapat tiga metode yang dapat digunakan dalam kritik mimetik, yaitu:

1. kepada kelompok masyarakat tertentu, terutama masyarakat yang disebut dalam karya sastra diberi angket tentang keadaan sosio-budaya masyarakatnya, baik masa lalu maupun masa kini. Angket diolah secara kualitatif, yang ada dalam karya sastra tersebut.

2. Dengan menghubungkan suatu unsur yang ada dalam karya sastra dengan unsur tertentu bersamaan dengan yang terdapat dalam masyarakat. Sejauh mana unsur-unsur itu benar-benar berfungsi dalam karya sastra, sejauh itu pula hubungan antara karya sastra dengan masyarakat.

3. Kepada anggota masyarakat tertentu yang diminta membaca karya sastra, diberi beberapa pertanyaan. Pertanyaan diarahkan kepada masalah sosial yang telah bergeser atau hilang dalam masyarakat. Pengolahan secara kualitatif akan dapat menjawab tentang hubungan karya sastra dengan keadaan sosialnya.

D. Analisis Puisi Senja di Pelabuhan Kecil Karya Chairil Anwar dengan Menggunakan Pendekatan Mimetik

 Contoh Karya Sastra Berdasarkan Pendekatan Mimetik

                        ‘SENJA DI PELABUHAN KECIL’

                                    karya Chairil Anwar.

Ini kali tidak ada yang mencari cinta

Diantara gudang rumah tua pada cerita

Tiang serta temali, kapal, perahu tiada berlaut

Menghembus diri dalam mempercaya mau terpaut

      Gerimis mempercepat kelamada juga kelepek elang

            Menyinggung muram desir hari berenang,

            Menemu bujuk pangkala kanan.Tidak bergerak

            Dan kini, tanah, air, tidur hilang ombak

                        Tiada lagi. Aku sendiri berjalan

                        Menyisir semenanjung masih pengap harap

                        Sekal itiba di ujung dan sekalian selamat jalan

                        Dari pantai keempat, sedu penghabisan bias terdekab.

                                                                        (Chairil Anwar, 1946)

PENELAAHAN

            Pada puisi “senja di pelabuhan kecil” ini menceritakan cinta yang sudah tidak dapat diperoleh lagi. Pelukis melukiskan gedung, rumah tua, cerita tiang dan temali, kapal, dan perahu yang tidak bertaut.

            Benda- benda itu semua mengungkapkan perasaan sedih dan sepi. Penyair merasa bahwa benda- benda di pelabuhan itu membisu kepadanya, menghembus diri dalam mempercaya mau berpaut.

- Terdapat pada bait ke satu, yaitu:

                        Ini kali tidak ada yang mencari cinta

                        Diantara gudang rumah tua pada cerita

                        Tiang serta temali, kapal, perahu tiada berlaut

                        Menghembus diri dalam mempercaya mau terpaut

            Pada bait kedua dalam puisi “senja di pelabuhan kecil”,

perhatian penyair memfokus ke suasana pelabuhan dan tidak lagi kepada benda- benda di pelabuhan yang beraneka ragam. Di pelabuhan itu turun gerimis yang mempercepat kelam (menambah kesedihan penyair) dan ada “kelapa elang” yang “ menyinggung muram “ (membuat hati penyair lebih muram), dan “hari- hari seakan lagi berenang” (kegemingan telah musnah). Suasana di pantai itu suatu saat membuat hati penyair di penuhi harapan untuk terhibur, tapi ternyata suasana pantai itu kemudian berubah, harapan untuk mendapatkan itu musnah, sebab” kini tanah , air, tidur hilang ombak”.

- Pada bait ketiga dalam puisi” senja di pelabuhan kecil”

pikiran penyair lebih dipusatkan pada dirinya dan bukan kepada pantai dan benda- benda sekeliling pantai itu. Dia merasa “aku sendiri “. Tidak ada lagi yang diharapkan akan memberikan hiburan dalam kesendirian dan kedukaannya itu.

-Dalam kesendirian itu, ia menyisir semenanjung semula ia berjalan dengan dipenuhi harapan. Namun sesampainya di ujung sekalian selamat jalan”. Jadi, setelah penyair mencapai ujung tujuan , ternyata orang yang diharapkan akan mennghiburnya itu malah mengucapkan selamat jalan.

- Penyair merasa bahwa sama sekali tidak ada harapan untuk mencapai tujuannya. Sebab itu dalam kesendirian dan kedukaannya, penyair merasakan “ dari pantai ke empat sedu penghabisan bisa terdekap”. Betapa mendalam rasa sedihnya itu, ternya dari pantai ke empat sedu sedan tangisnya dapat dirasakan.

Berdasarkan dalam kehidupan nyata

kehidupan nyata dalam bercinta pasti ada kegagalan, namun seseorang yang kehilangan cintanya sama saja seperti kehilangan segalanya. Seperti kehilangan motivasi untuk menjalani kehidupan, di karenakan tidak adanya sang pujaan hati. Yang mendampingi kita dalam menjalani sebuah kehidupan. Puisi senja di pelabuhan kecil menceritakan tenntang bagaimana kisah kegagalannya dalam bercinta, dan di pelabuhan kecil juga ia mengalami kesendirian dan kedukaan yang amat dalam. Penyair merasa sekarang ia telah sendiri, dan hanya pantai dan benda benda di sekelilingnya tanpa adanya sang pendamping. Ia merasa sendiri dalam kedukaannya, orang yang ia harapkan akan menghiburnya itu malah mengucapkan selamat jalan.

Amanat puisi ini menyatakan bahwa penyair ingin mengungkapkan kegagalan cintanya yang menyebabkan hatinya sedih- sedih dan tercekam. Kegagalan cinta itu menyebabkan seseorang seolah kehilangan segala- galanya. Cinta yang sungguh- sungguh dapat menyebabkan seseorang menghayati apa arti kegagalan itu secara total.

PENUTUP


Kesimpulan

Proses pemaknaan karya sastra dapat dipahami dengan menggunakan berbagai pendekatan, pendekatan objektif atau struktural merupakan salah satu pendekatan yang dapat digunakan dalam menganalisis karya sastra. Meskipun analisis sastra dengan menggunakan pendekatan objektif dalam hal ini analisis strukturalisme mempunyai beberapa kelemahan, akan tetapi analisis struktural merupakan sesuatu yang harus dilalui, sebagai sebuah tahap awal dalam proses pemaknaan karya sastra. Karena arti sesungguhnya dari sebuah karya sastra hanya dapat dipahami dengan menganalisis susunan dan organisasi karya sastra tersebut.

Dari pemaknaan puisi dengan menggunakan pendekatan mimesis, terhadap puisi senja di pelabuhan kecil karya Chairi Anwar tersebut, tergambarkan makna puisi yang berbicara mengenai gambara sebuah pelabuhan yang masih asri dan sederhana, yang ditanyakan seseorang (pengarang) kepada oaring kota.

Puisi “senja di pelabuhan kecil….” ini mempunyai nilai literer yang tinggi. Penyair mengungkapkan perasaan bahagia terhadap kehidupan dan lingkungan sekitar pelabuhan.

Pemaknaan sebuah puisi dengan menggunakan pendekatan mimesis di dalam kajian atau tulisan itu hanyalah sebagian dari cara untuk memahami dan menggali kandungan puisi. Apa yang sudah di dapat di dalam rekonstruksi makna ini tentu saja belum memuaskan, oleh karena itu, kajian-kajian terhadap puisi dengan aneka pendekatan lain perlu dilakukan untuk melengkapi kajian ini karena kajian-kajian yang serius terhadap puisi yang didasari oleh semangat keintelektualan akan dapat memperkaya khasanah ilmu dan berdampak praktis memupuk kedewasaan jiwa.

DAFTAR PUSTAKA & REFERENSI


https://www.mjbrigaseli.com/2014/03/makalah-pendekatan-mimetik.html?m=1

https://jaririndu.blogspot.com/2017/04/pendekatan-dalam-mengapresiasi-sastra.html?m=1#:~:text=Pendekatan%20objektif%20adalah%20pendekatan%20yang,strukturalisme%20dinamakan%20juga%20pendekatan%20objektif.

Pradotokusumo, Partini Sardjono. 2005. Pengkajian Sastra.Jakarta : Gramedia Pustaka Utama.

Qutbi, dkk. 2013. Pendekatan Mimetik: diajukan untuk memenuhi tugas mata kuliah "Teori Sastra" pada Program Studi Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia yang diampu oleh: Imas Juidah, M. Pd. Makalah. Universitas Wiralodra. Indramayu.

Semi, Atar. 1993. Metode Penelitian Sastra. Bandung: Angkasa.

Teeuw.A. 1984. Satra dan Ilmu Satra. Jakarta: Pustaka Jaya.

Wellek dan Warren. 1989. Teori Kasusastraan. Gramedia Pustaka: Jakarta

https://ikamustika444-wordpress-com.cdn.ampproject.org/v/s/ikamustika444.wordpress.com/2012/11/10/pendekatan-objektif-salah-satu-pendekatan-menganalisis-karya-sastra/amp/?amp_js_v=a6&amp_gsa=1&usqp=mq331AQKKAFQArABIIACAw%3D%3D#aoh=16355790430439&referrer=https%3A%2F%2Fwww.google.com&amp_tf=Dari%20%251%24s&ampshare=https%3A%2F%2Fikamustika444.wordpress.com%2F2012%2F11%2F10%2Fpendekatan-objektif-salah-satu-pendekatan-menganalisis-karya-sastra%2F


Postingan Populer