MANFAAT DAN FUNGSI SASTRA

TUGAS LAPORAN BACAAN PERTEMUAN MINGGU Ke – 2
[ MANFAAT DAN FUNGSI SASTRA ]
MATA KULIAH PENGANTAR PENGKAJIAAN KESUSASTRAAN
Dosen Pengampu : Dr.Abdurahman,M.pd
 
 

Nama : Reni Putri Maiheni

NIM : 21016107

PRODI PENDIDIKAN BAHASA DAN SASTRA INDONESIA DAN DAERAH JURUSAN BAHASA DAN SASTRA INDONESIA DAN DAERAH FAKULTAS BAHASA DAN SENI UNIVERSITAS NEGERI PADANG 2021

 
MANFAAT DAN FUNGSI SASTRA

•Pengertian dan hakikat sastra 

Pertanyaan pertama yang selalu muncul bagi pembelajar sastra adalah pengertian sastra itu sendiri. Sebagian besar siswa atau mahasiswa bingung membedakan ‘yang sastra’ dan ‘yang bukan sastra’. Sebenarnya hal ini tidak terlalu mengherankan mengingat ilmu pengetahuan, termasuk bidang sastra, terus berkembang. Dampak dari perkembangan ilmu tersebut, salah satunya, tentu saja berimbas pada pengertian dan batasan sastra itu sendiri.

Di Kamus Besar Bahasa Indonesia, sastra diartikan sebagai bahasa (kata–kata, gaya bahasa) yang dipakai dalam kitab–kitab (bukan bahasa sehari–hari). Pengertian ini tentunya masih sangat terpengaruh oleh pengertian awal sastra mengingat secara etimologi sastra diambil dari kata dalam bahasa Sanksekerta yang berarti tulisan. Pengaruh tersebut terlihat karena di dalam KBBI sastra diartikan sebagai bahasa yang dipakai dalam kitab, artinya sastra dianggap sebagai sesuatu yang tertulis saja. Tentu saja hal tersebut tidak salah karena memang sebagian besar karya sastra yang ada dan tersebar dalam bentuk tertulis. Akan tetapi, perlu diingat juga bahwa ada bentuk lain, yakni sastra lisan yang pengaruh dan perannya tidak dapat dikesampingkan begitu saja. 

Berbeda dengan pengertian yang diajukan oleh KBBI, Wellek dan Warren (2014:3) mengungkapkan bahwa sastra adalah suatu kegiatan kreatif, sebuah karya seni. Lebih lanjut, keduanya mengatakan bahwa bahasa adalah bahan baku kesusastraan, seperti batu dan tembaga untuk seni patung, cat untuk lukisan, dan bunyi untuk seni musik. Pernyataan Wellek dan Warren ini menjawab dua pertanyaan sekaligus. Pertama, soal perbedaan seni dan sastra. Banyak orang, terutama di Indonesia, memisahkan antara seni dan sastra. Padahal, jika berlandaskan pada pendapat Wellek dan Warren sebagaimana telah dikutip, sastra adalah bagian dari seni. Keduanya memang berbeda, tapi bukan merupakan hal yang benar–benar terpisah secara total. Kedua, soal definisi sastra itu sendiri. Berdasarkan pengertian yang diusulkan oleh Wellek dan Warren, maka dapat disimpulkan bahwa sastra merupakan seni yang menggunakan bahasa sebagai bahan bakunya. Dengan demikian, sastra yang dimaksud tidak terbatas pada sastra tulis saja, tapi juga termasuk sastra lisan.

 

Permasalahan berikutnya yang mungkin muncul dari definisi tersebut adalah, ‘bahasa yang bagaimana yang bisa dikategorikan sebagai sastra?” Jika mengacu pada pendapat Kosasih (2011:194), maka bahasa yang dikategorikan sastra adalah bahasa yang bagus, tulisan yang indah indah. Pendapat ini tentu tidak salah karena memang seni menawarkan keindahan tersendiri. Hanya saja, melihat perkembangan sastra terkini ada juga karya sastra yang menggunakan bahasa yang ‘sangat sehari–hari tapi memberikan kesan berbeda’. Dengan kata lain, karya sastra tersebut tidak banyak memakai ‘bunga–bunga bahasa’. Agar jenis karya sastra seperti yang dimaksud dapat terlingkupi, ada baiknya definisi sastra ditambah dengan menyatakan bahwa bahasa yang dimaksud adalah bahasa yang mampu menggugah rasa dan meninggalkan kesan indah pada penikmatnya. 

Meskipun tampaknya sudah selesai, definisi tersebut masih perlu membedakan diri lagi dengan orasi, motivasi, agitasi, promosi, dan sejenisnya. Perbedaan sastra dengan semua yang disebut terakhir tadi ada pada keperluan tindak lanjut. Orasi, motivasi, agitasi, promosi, dan sejenisnya menggugah rasa dan menuntut para penikmatnya untuk segera melakukan sesuatu, sementara sastra tidak demikian. Sastra mungkin membuat penikmatnya melakukan sesuatu, tapi tidak dengan segera, melainkan melalui proses perenungan dan kontemplasi.

 

 1.Fungsi Sastra

Seiring dengan perkembangan ilmu sastra, semakin banyak pula ahli yang mendefinisikan fungsi sastra:

 (1) fungsi rekreatif, yaitu memberikan rasa senang, gembira, serta menghibur,

 (2) fungsi didaktif, yaitu mendidik para pembaca karena nilai–nilai kebenaran dan kebaikan yang ada di dalamnya,

 (3) fungsi estetis, yaitu memberikan nilai–nilai keindahan,

 (4) fungsi moralitas, yaitu mengandung nilai moral yang tinggi sehingga para pembaca dapat mengetahui perihal yang baik dan buruk, dan

 (5) fungsi religuisitas, yaitu mengandung ajaran agama yang dapat dijadikan teladan bagi pembacanya.

Kendati demikian, pendapat tersebut tampaknya masih berlandaskan pada fungsi sastra yang diajukan oleh Horace. Horace (dikutip Wellek dan Warren, 2014:23) mengungkapkan bahwa fungsi sastra adalah dulce (indah/menghibur) dan utile (berguna). Masalah yang kemudian muncul dari pernyataan itu terletak pada definisi ‘indah/menghibur’ dan ‘berguna’. Ketika sastra dianggap harus memberikan keindahan, dikhawatirkan pembaca akan terjebak pada definisi bahwa sastra harus menggunakan metafora–metafora sehingga menjadi bahasa yang indah dan berbunga–bunga padahal ada juga karya sastra yang tidak demikian sebagaimana telah dijelaskan sebelumnya. Kata ‘menghibur’ juga bermasalah jika diartikan secara sempit sebab pembaca akan menganggap bahwa sastra harus memberikan hiburan atau membuat tertawa dan sejenisnya sebagaimana yang bisa didapatkan lewat media lain, televisi misalnya. Selanjutnya, kata ‘berguna’ pun menimbulkan masalah jika diartikan bahwa sastra harus segera memberikan manfaat pada pembaca atau penikmatnya, sebagaimana sebuah alat, handphone misalnya, yang bisa langsung memberikan manfaat atau nilai guna pada pemakaian.

2.Kaidah Dulce et utile Suatu Karya Sastra

Sastra memiliki fungsi dulce et utile; mempunyai fungsi ganda untuk menghibur sekaligus bermanfaat bagi manusia. Sastra menghibur dengan cara menyajikan keindahan dan imajinasi, selain itu sastra juga memiliki unsur didaktis sebagai sarana untuk menyampaikan pesan pengajaran tentang nilai-nilai kebaikan. Ada tiga komponen yang berperan penting dalam mengkomunikasikan fungsi tersebut; pengarang sebagai pengirim pesan, karya sastra itu sendiri sebagai isi pesan, dan pembaca sebagai penerima pesan yang tersirat dalam karya sastra. Seiring dengan dinamika perkembangan zaman, fungsi karya sastra remaja Indonesia juga mengalami perobahan.

  Alasan mengapa sastra harus memuat sifat duce el utile, karena itu termasuk ciri khas karya sastra. Walaupun sastra identik dengan nilai keindahan dan nilai manfaat, namun keindahan itu relatif, setiap orang memiliki kriteria yang berbeda-beda dalam penafsirannya.Unsur pesona (dulce) dalam sastra dapat ditemukan hampir dalam semua jenis karya sastra seperti puisi, prosa, dan drama.

 

3.Sastra dan Karakter Bangsa

Sastra adalah suatu bentuk dan hasil pekerjaan seni kreatif yang objeknya adalah manusia dan kehidupannnya dengan menggunakan bahasa sebagai mediumnya. Sebagai seni kreatif yang menggunakan manusia dan segala macam kehidupannya, maka ia tidak saja merupakan suatu media untuk menyampaikan ide, teori atau sistem berpikir tetapi juga merupakan media untuk ketiga hal tersebut. Sastra (dalam hal ini karya sastra anak) adalah karya fiksi yang digunakan manusia sebagai medium untuk belajar. Belajar disini adalah belajar memahami kehidupan, lingkungan, maupun memahami hal-hal yang berhubungan dengan manusia itu sendiri.

 

Dengan memahami prinsip antara bahasa dengan karya sastra, maka tidak mengherankan jika bahasa dapat digunakan dalam membentuk karakter bangsa dalam karya sastra. Dalam hal ini pembaca yang terfokus pada anak. Anak dapat memahami maksud yang terkandung dalam karya sastra, melalui media bahasa yang disampaikan. Tentunya bahasa yang memang mudah dipahami oleh anak seusia mereka. Apabila ditarik dengan objek kajian, yaitu Buri yang Sombong, maka berdasarkan responden, cerita dalam karya sastra anak tersebut dapat secara mudah dipahami oleh anak tersebut, sehingga pembaca dapat mengambil segi positif dari perbuatan Buri yang Sombong yang akhirnya dikalahkan oleh Tupai. Anak-anak dapat secara mudah mengambil pembelajaran. Tanpa menggunakan bahasa, anak-anak dapat kesulitan memahami sesuatu hal. Melalui bahasa inilah yang memberi pengajaran moral, dapat membentuk karakter bangsa, karena pembentukan karakter dimulai dari usia dini, tidak semata-mata instan diperoleh.

 

4.Penjabaran Karya Sastra Bersifat Menghibur dan Bermanfaat Dikaitkan dengan Kondisi Kontemporer.

tujuan penyair menulis sajak adalah memberi nikmat dan berguna (dulce et utile). Sesuatu yang memberi nikmat atau kenikmatan berarti sesuatu itu dapat memberi hiburan, menyenangkan, menenteramkan, dan menyejukan hati yang susah. Sesuatu yang berguna adalah sesuatu yang dapat memberi manfaat, kegunaan, dan kehikmahan. Atas dasar pengertian bahwa sastra memberi nikmat dan berguna, Effendi (1982:232—238) menyebut sastra sebagai “kenikmatan dan kehikmahan”, yaitu kenikmatan dalam arti sastra memberi hiburan yang menyenangkan dan kehikmahan dalam arti sastra memberi sesuatu atau nilai yang berguna bagi kehidupan.

Sastra sesungguhnya menyajikan berbagai macam hiburan. Jenis atau macam hiburan yang ada dalam karya sastra sesungguhnya juga sangat bergantung pada kepekaan dan ketajaman intuisi pembaca. Pembaca yang peka dan tajam intuisinya akan dapat menangkap hal-hal yang bersifat menghibur yang terdapat dalam karya sastra. Ketika seseorang tengah membaca dan memahami karya sastra, ia akan menemukan gejala yang bersifat menghibur. 

 

Sumber referensi

Sumber: https://bahasadansastraindoblog.wordpress.com/2017/08/02/hakikat-dan-fungsi-sastra/amp/ Damono, Sapardi Djoko. 1999. Politik Ideologi dan Sastra Hibrida. Jakarta: Pustaka Firdaus. Darma, Budi. 2004. Jakarta: Tangga Mustika Alam. Huizinga, Johan. 1990. Homo Ludens. Jakarta: LP3ES. Santosa, Puji. 1996. Pengetahuan dan Apresiasi Sastra dalam Tanya-Jawab. Ende-Flores: Nusa Indah. Santosa, Puji dkk

 

Postingan Populer