BAHASA SASTRA DAN TEKS SASTRA

 

TUGAS LAPORAN BACAAN PERTEMUAN MINGGU Ke – 3

[ BAHASA SASTRA DAN TEKS SASTRA ]

MATA KULIAH PENGANTAR PENGKAJIAAN KESUSASTRAAN

Dosen Pengampu : Dr.Abdurahman,M.pd

 

 

Nama : Reni Putri Maiheni

NIM : 21016107

PRODI PENDIDIKAN BAHASA DAN SASTRA INDONESIA DAN DAERAH JURUSAN BAHASA DAN SASTRA INDONESIA DAN DAERAH FAKULTAS BAHASA DAN SENI UNIVERSITAS NEGERI PADANG 2021

BAHASA SASTRA DAN TEKS SASTRA

 

A.PENDAHULUAN

Sastra merupakan salah  satu  hasil dari cipta, rasa dan  karsa manusia. Sastra adalah suatu kegiatan kreatif, sebuah karya seni. Keberadaan sastra dalam kehidupan manusia telah menyedot perhatian dari para penikmat seni. Sebagai salah satu seni, sastra memiliki konsep dasar yang menjadikan sastra berbeda dengan seni lainnya.

Salah satu dari konsep sastra yang cukup menarik untuk dibahas adalah kaidah sastra. Kaidah-kaidah sastra menarik untuk dikaji karena perkembangan sastra saat ini semakin pesat, sehingga berpengaruh pula pada munculnya berbagai genre sastra dengan aliran-aliran sastra baru yang terkadang berbenturan dengan kaidah sastra. Oleh karena itu kaidah-kaidah sastra perlu dikaji agar karya sastra yang dihasilkan tetap bernilai estetik walaupun dengan berkembangnya zaman dan ilmu pengetahuan saat ini.

 

B.PEMBAHASAN

1. Pengertian Kaidah dan Sastra

            Kaidah adalah rumusan asas yang menjadi hukum; aturan yang sudah pasti;patokan; dalil. Menurut Rene Wellek , sastra adalah suatu kegiatan kreatif sebuah karya seni.

2. Kaidah-Kaidah Sastra

 Waluyo, (1994:56-58) mengatakan bahwa kaidah sastra atau daya tarik sastra terdapat pada unsur-unsur karya sastra tersebut. Pada karya cerita fiksi, daya tariknya terletak pada unsur ceritanya yakni cerita dari tokoh-tokoh yang diceritakan sepanjang cerita. Selain itu, faktor bahasa juga memegang peranan penting dalam menciptakan daya pikat. Khusus pada cerita fiksi, ada empat hal lagi yang membantu menciptakan daya tarik suatu cerita rekaan,yaitu kreativitas, tegangan, konflik, dan jarak.Uraian keempatnya , bagaimana dikutip dari Waluyo (1994:58-60) .

1.      Kreativitas

Tanpa kreativitas, karya sastra yang diciptakan pengarang tidak mungkin menempati perhatian pembaca. Kreativitas ditandai dengan adanya penemuan baru dalam proses penceritaan. Pengarang biasanya menunjukkan daya kreativitas yang membedakan karyanya dengan karya yang mendahului. Dalam sejarah sastra Indonesia para pembaharu sastra Indonesia yang menunjukkan daya kreativitas mereka seperti Marah Rusli ( Siti Nurbaya), Abdul Muis ( Salah Asuhan), Sutan Takdir Alisyahbana ( Layar Terkembang), Armijn Pane ( Belenggu), Achdiat Kartamiharja (Atheis), Mochtar Lubis (Jalan Tak Ada Ujung) , dan sebagainya.

                                          

Penemuan – penemuan hal yang baru itu mungkin melalui peniruan terhadap karya yang sudah ada dengan jalan memperbaharui, namun mungkin juga melalui pencarian secara modern untuk menemukan sesuatu yang baru, untuk tidak hanya mengulang apa yang sudah diungkapkan oleh pengarang lain.

2.      Tegangan ( Suspense )

Jalinan cerita yang menimbulkan rasa ingin tahu yang besar dari pembaca merupakan tegangan cerita. Tegangan bermula dari ketidakpastian cerita yang berlanjut, yang mendebarkan pembaca atau pendengar cerita. Tegangan diakibatkan oleh kemahiran pencerita didalam merangkai kisah dan pencerita mampu mempermainkan hasrat ingin tahu pembaca. Terkadang segenap pemikiran dan perasaan pembaca terkonsentrasi ke dalam cerita itu, karena kuatnya tegangan ynag dirangkai oleh penulis. Dalam menjawab hasrat ingin tahu pembaca , penulis memberikan jawaban-jawaban yang mengejutkan. Pengarang – pengarang cerita besar seperti Agata Christie, Sherlock Holmes, Pramudya Ananta Toer, dan sebagainya mampu menciptakan jawaban-jawaban cerita yang penuh kejutan sehingga ceritanya memiliki suspense yang memikat.

3.      Konflik

Konflik yang dibangun dalam sebuah cerita harus bersifat wajar dan kuat. Konflik yang wajar artinya konflik yang manusiawi , yang mungkin terjadi dalam kehidupan ini dan antara kedua orang yang mengalami konflik itu mempunyai posisi yang kurang lebih seimbang. Jika posisinya tidak seimbang , maka konflik menjadi tidak wajar karena pembaca segera akan menebak kelanjutan jalan ceritanya. Konflik itu juga harus kuat.

                                          

Dalam kisah kehidupan sehari-hari, konflik yang kuat biasanya berkaitan dengan problem manusia yang penting dan melibatkan berbagai aspek kehidupan. Roman Salah Asuhan dan Belenggu memiliki konflik yang begitu kuat karena problem yang menyebabkan konflik itu adalah problem hakiki dalam kehidupan. Hal ini berbeda dengan konflik yang dibangun melalui cerita wayang. Karena tokohnya hitam putih,maka konflik dalam cerita wayang segera dapat ditebak jawabannya.

4.      Jarak Estetika

Daya pikat sebuah cerita fiksi juga muncul akibat pengarang memiliki jarak estetika yang cukup pekat dengan cerita dan tokoh-tokoh cerita itu. seolah – olah pengarang menguasai benar dunia dari tokoh cerita itu, sehingga pengarang ikut terlibat dalam diri tokoh dan ceritanya. Jika keadaan ini dapat dilakukan pengarang ,pembaca akan lebih yakin akan hadirnya cerita dan tokoh. Seakan-akan cerita fiksi itu bukan hanya tiruan dari kenyataan saja.

Seperti halnya dalamcerita Mushashi, pembaca akan merasa ikut terlibat dalam peristiwa-peristiwa karena kekuatan cerita itu. Ketika adegan terakhir Mushashi mengalahkan Sasaki Kojiro, pembaca mungkin akan merasa menyaksikan dua ksatria bertempur di tepi Parangtritis, di siang hari ketika matahari terik, dan tiba-tiba Mushashi melompat menghantam kepala Kojiro dengan pedang. Ini dpat terjadi karena kekuatan cerita yang pengarang ciptakan dengan membuat jarak estetis yang cukup rapat sehingga tokoh dan peristiwa benar-benar hidup.

 

A.BAHAN BAKU TEKS SASTRA

Seorang pengarang atau sastrawan dalam pembuatan karya sastra Juga perlu

mengolah bahan baku untuk menghasilkan karya sastra. bahan baku karya sastra adalah

bahasa. Sastrawan mengolah bahasa agar menjadi indah dan bernilai seni. Sebab,

keindahan itulah yang menyebabkan karya sastra disebut karya seni, yaitu seni sastra.

Cara sastrawan menggunakan bahasa untuk menulis karya sastra berbeda dengan

cara penulis lain untuk menghasilkan karya ilmiah. Penulis karya ilmiah bertujuan

menyampaikan gagasan kepada pembaca. Karena itu, kata-kata yang dipilih dalam

rakitan kalimatnya dibuat sedemikian rupa agar pembaca karya ilmiah dapat cepat

menangkap dan memahami gagasan penulis. Lain halnya dengan sastrawan. Sastrawan

menulis bukan hanya untuk menyampaikan gagasan kepada pembaca, melainkan juga

menyampaikan perasaannya.

B.PERKEMBANGAN DEFINISI TEKS SASTRA

Yang dimaksud dengan teks sastra adalah teks-teks yang disusun dengan tujuan

artistik dengan menggunakan bahasa. Bahasa yang digunakan terdiri atas bahasa lisan

dan bahasa tulis. Oleh karena itu, ada sastra lisan dan ada pula sastra tulis.

Kajian ini berfokus pada kajian sastra tulis. Teks sastra berdasarkan ragamnya

terdiri atas beberapa genre. Klasifikasi genre sastra itu didasarkan atas dasar kategori situasi bahasa. Berdasarkan situasi bahasa itulah sastra diklasifikasikan atas teks puisi, teks

naratif atau prosa, dan teks drama.

 

 

C.BAHASA SASTRA VS BAHASA KESEHARIAN

Bahasa sastra menggunakan bahasa kedua, sedangkan bahasa ke seharian

menggunakan bahasa pertama. Karena bahasa sastra adalah bahasa yang digunkan oleh

para sastrawan untuk membuat beberapa buku, menggunakan bahasa baku, dan pemilihan

beberapa kata dan kalimat. Sedangkan bahasa keseharian menggunakan bahasa yang

tidak menggunakan bahasa baku atau bahasa percakapan yang sering dilakukan oleh

orang lain atau masyarakat.

 

 

D.BAHASA SASTRA VS BAHASA ILMIAH

Karya sastra dapat dinikmati sampai kapanpun meskipun berbeda zaman , karena

terkandung nilai-nilai yang masih relevan untuk dipelajari atau dipraktikkan. Sedangkan

nonsastra (ilmiah) akan berkembang terus menerus dari waktu ke waktu. Bahasa sastra

adalah bahasa yang bersifat khayal/imajinatif atau subjektif karena sastra dciptakan oleh

pengarang, dan pengarang tersebut memiliki hak penuh dalam menciptakan suatu karya

sastra. Sedangkan bahasa ilmiah (nonsastra yang lebih bersifat nyata atau objektif).

Karena hasil karya imliah dapat diperoleh berdasarkan fakta-fakta yang sudah ada dan

disepakati kebenarannya secara umum.

 

E.KARAKTERISTIK BAHAN BAKU TEKS SASTRA

Karakteristik bahasa memiliki bentuk yang berbeda-beda sesuai dengan konteks

penggunaannya. Purwadarminto membedakan bahasa menjadi beberapa macam yaitu,

ragam bahasa umum dan ragam bahasa khusus. Ragam bahasa umum adalah ragam

bahasa yang biasa digunakan untuk berkomunikasi sehari-hari oleh manusia dalam suatu

masyarakat. Ragam bahasa khusus dikelompokan menjadi beberapa macam, yaitu ragam

bahasa jurnalistik, ragam bahasa jabatan, ragam bahasa ilmiah, dan ragam bahasa sastra.

Semuanya memiliki karakteristik atau ciri-ciri yang berbeda-beda. Misalnya, ragam

bahasa jurnalistik memiliki ciri-ciri singkat, padat, sederhana, lugas, jelas, jernih,

menarik, demokratis, populis, logis, gramatikal, menghindari kata tutur, menghindari kata

dan istilah asing, pilihan kata (diksi) yang tepat, menggunakan kalimat aktif, menghindari

kata atau istilah teknis, dan tunduk pada etika dan kaidah yang berlaku di masyarakat.

 

 

Dalam bidang keilmuan sastra, khususnya Sastra Indonesia, ada satu disiplin ilmu yang bernama tekstologi. Ilmu ini juga sering dijadikan mata kuliah inti dalam akademik sastra. Nah, agar lebih jelas, mari kita bahas apa yang dimaksud dengan tekstologi secara umum dan menurut para ahli berikut ini.

TEKS DAN PENGGUNAAN BAHASA

A.HAKIKAT TEKS SEBAGAI ILMU TEKSTOLOGI

Pengertian Tekstologi Secara Umum

Dari segi bahasa, tekstologi bisa diartikan sebagai ilmu yang mempelajari tentang teks. Lalu, jika dikaji lebih luas lagi, tekstologi tidak hanya mempelajari tentang teks saja, tapi juga seluk beluk tentang bahasa meliputi sejarah teks dalam sebuah karya sastra.

Pengertian Tekstologi Menurut Para Ahli

Dalam teori lain, Prof. Oman pernah mengemukakan jika tekstologi itu hampir sama dengan filologi. Yang mana, kedua ilmu tersebut mempelajari bagaimana sejarah serta proses terjadinya teks sehingga muncul dalam bentuk tulisan.

Kendati terkesan sama, namun hakikatnya kedua ilmu tersebut memiliki. Hal ini dapat dilihat dari cakupan ilmu masing-masing. Di mana, tekstologi lebih mempelajari proses terjadinya teks serta silsilah penurunannya dalam sebuah karya yang berupa tulisan.



Salah satu tokoh literasi yang bernama De Haan (dalam Baried, 1994:58) mengemukakan bahwa teks bisa terjadi akibat beberapa kemungkinan, diantaranya:

  1. Aslinya teks itu hanya ada dalam ingatan pengarang atau pembawa cerita, atau tukang cerita. Setiap terjadi penurunan teks maka akan terjadi variasi teks.
  2. Aslinya berupa teks tertulis yang masih memungknkan berubahan, atau karena memerlukan kebebasan seni.
  3. Aslinya merupakan teks yang tidak mengizinkan kebebasan dalam pembawaanya.

Sedangkan menurut Lichacev dalam Undang. A Darsa:2015 mengemukakan bahwa tekstologi adalah ilmu yang mempelajari tentang seluk-beluk teks, meliputi penjelmaan dan penurunan teks dalam sebuah naskah, penafsiran, serta pemahamannya.

Jadi, bila disimpulkan, arti dari tekstologi adalah ilmu yang mempelajari tentang teks secara mendalam pada karya sastra, meliputi sejarah terjadinya teks, proses terjadinya teks, serta bagaimana pelafalan itu menjadi sebuah teks yang bisa tersusun rapi menjadi naskah atau bacaan.

 

Tekstologi merupakan ilmu yang mempelajari tentang teks. Teks dilihat dari unsur penciptaannya mempunyai tiga unsur, yaitu adanya pemberi pesanpesan, dan penerima pesan. Ilmu ini dapat berdiri sendiri sebagai displin ilmu, namun juga dapat menjadi alat bantu untuk penelitian filologi. Prof. Oman dalam pernyataannya pernah mengemukakan bahwa tekstologi sama dengan filologi, hal itu dikarenakan kedekatan antara keduanya sangat intim. Namun, pada hakikatnya, tekstologi dan filologi berbeda. Hal itu dapat dilihat dari cakupan tekstologi yang meliputi proses terjadinya teks, silsilah penurunan teks, dan sambutan masing-masing teks. Proses terjadinya teks, yaitu sejarah bagaimana teks itu muncul dalam bentuk tulisan. Hal itu sangat beragam konteksnya, bisa konteks sosial, muatan lokal, budaya, dan lainnya. Namun, secara umum terdapat tiga motif dalam penulisan dan penyalinan teks, yaitu ingin memiliki dan mempelajari teks tersebut, khawatir naskah atau teks akan hilang atau rusak, bahkan, sampai mempunyai tujuan-tujuan magis tertentu. Hal-hal magis biasanya dilakukan ketika menyalin naskah atau teks dalam bentuk jimat atau aji-aji. Selanjutnya, silsilah penurunan teks merupakan adanya sikap positif terhadap naskah. Dalam pembagiannya, penurunan teks dibagi menjadi dua, yaitu penyalinan setia dan tidak setia. Penyalinan setia merupakan penyalinan yang dilakukan tanpa adanya modifikasi. Penyalinan tersebut biasanya dilakukan kepada teks-teks yang bersifat sakral, seperti Al Quran. Sedangkan penyalinan tidak setia merupakan penyalinan yang dilakukan dengan dilakukan modifikasi oleh penyalin.

 

A. Pengertian Teks

Teks ialah ungkapan bahasa yang menurut isi, sintaksis, dan pragmatik merupakan satu kesatuan (Luxemburg dkk, 1989:86). Dari pengertian tersebut dapat diartikan teks adalah suatu kesatuan bahasa yang memiliki isi dan bentuk, baik lisan maupun tulisan yang disampaikan oleh seorang pengirim kepada penerima untuk menyampaikan pesan tertentu. Istilah teks sebenarnya berasal dari kata text yang berarti ‘tenunan’. Teks dalam filologi diartikan sebagai ‘tenunan kata-kata’, yakni serangkaian kata-kata yang berinteraksi membentuk satu kesatuan makna yang utuh. Teks dapat terdiri dari beberapa kata, namun dapat pula terdiri dari milyaran kata yang tertulis dalam sebuah naskah berisi cerita yang panjang (Sudardi, 2001:4-5). Menurut Baried (1985:56), teks artinya kandungan atau muatan naskah, sesuatu yang abstrak hanya dapat dibayangkan saja. Teks terdiri atas isi, yaitu ide-ide atau amanat yang hendak disampaikan pengarang kepada pembaca. Dan bentuk, yaitu cerita dalam teks yang dapat dibaca dan dipelajari menurut berbagai pendekatan melalui alur, perwatakan, gaya bahasa, dan sebagainya.

Tekstologi

Sama halnya dengan kodikologi yang mempelajari seluk-beluk naskah (kodeks), tekstologi juga merupakan bagian dari ilmu filologi yang mempelajari seluk-beluk teks, terutama menelaah yang berhubungan dengan penjelmaan dan penurunan sebuah teks sebagai sebuah teks karya sastra, dari mulai naskah otograf (teks bersih yang ditulis pengarang) sampai pada naskah apograf (teks salinan bersih oleh orang-orang lain), proses terjadinya teks, penafsiran, dan pemahamannya. Dalam penjelmaan dan penurunannya, secara garis besar dapat disebutkan adanya tiga macam teks, yaitu:

1. teks lisan (tidak tertulis);
2. teks naskah tulisan tangan;
3. teks cetakan (Baried, 1985:56).

Kalau kita lihat berdasarkan masa perkembangannya, teks yang pertama ada adalah teks lisan, teks lisan lahir dari cerita-cerita rakyat yang diturunkan secara turun-temurun dari generasi ke generasi melalui tradisi mendongeng. Teks lisan berkembang menjadi teks naskah tulisan tangan yang merupakan kelanjutan dari tradisi mendongeng, cerita-cerita rakyat yang pernah dituturkan disalin ke dalam sebuah tulisan dengan menggunakan alat dan bahan yang sangat sederhana dan serta menggunakan aksara dan bahasa daerahnya masing-masing. Teks naskah tulisan tangan ini masih tradisional, setelah ditemukannya mesin cetak dan kertas oleh bangsa Cina maka perkembangan teks pun menjadi lebih maju, pada masa ini orang tidak harus susah-susah menyalin sebuah teks, tetapi teks-teks sangat mudah diperbanyak dengan waktu yang tidak lama maka lahirlah teks-teks cetakan. Baried (1985:57), menyebutkan ada sepuluh prinsip Lichacev yang dapat dijadikan sebagai pegangan untuk penelitian tekstologi yang pernah diterapkan terhadap karya-karya monumental sastra lama Rusia. Kesepuluh prinsip tersebut adalah sebagai berikut:

1. Tekstologi adalah ilmu pengetahuan yang menyelidiki sejarah teks suatu karya. Salah satu di antara penerapannya yang praktis adalah edisi ilmiah teks yang bersangkutan;
2. Penelitian teks harus didahulukan dari penyuntingannya;
3. Edisi teks harus menggambarkan sejarahnya;
4. Tidak ada kenyataan tekstologi tanpa penjelasannya;
5. Secara metodis perubahan yang diadakan secara sadar dalam sebuah teks (perubahan ideology, artistic, psikologis, dan lain-lain) harus didahulukan daripada perubahan mekanis, misalnya kekeliruan tidak sadar oleh seorang penyalin;
6. Teks harus diteliti sebagai keseluruhan (prinsip kekompleksan pada penelitian teks);
7. Bahan-bahan yang mengiringi sebuah teks (dalam naskah) harus diikutsertakan dalam penelitian;
8. Perlu diteliti pemantulan sejarah teks sebuah karya dalam teks-teks dan monumen sastra lain;
9. Pekerjaan seorang penyalin dan kegiatan skriptoria-skriptoria (sanggar penulisan/penyalinan: biara, madrasah) tertentu harus diteliti secara menyeluruh;
10. Rekonstruksi teks tidak dapat menggantikan teks yang diturunkan dalam naskah-naskah.

Terjadinya Teks

Seperti sudah disebutkan terdahulu, teks pada umumnya disalin dengan tujuan tertentu. Proses penyalinan naskah atau teks adalah merupakan rangkaian turun- temurun yang disalin karena beberapa alasan, yaitu:

a) ingin memiliki naskah;
b) karena teks asli sudah rusak;
c) karena kekhawatiran akan terjadi sesuatu terhadap naskah.

Rangkaian penurunan yang dilewati oleh suatu teks yang turun-temurun disebut tradisi. Naskah diperbanyak karena orang ingin memiliki sendiri naskah itu, mungkin karena naskah asli sudah rusak dimakan zaman; atau karena kekhawatiran terjadi sesuatu dengan naskah asli, misalnya hilang, terbakar, ketumpahan benda cair; karena perang, atau hanya karena terlantar saja. Mungkin pula naskah disalin dengan tujuan magis; dengan menyalin suatu naskah tertentu orang merasa mendapat kekuatan magis dari yang disalinnya itu. Naskah yang dianggap penting disalin dengan berbagai tujuan, misalnya tujuan politik, agama, pendidikan, dan sebagainya (Baried, 1985:59). Jarang ada teks yang bentuk aslinya atau bentuk sempurnanya sekaligus jelas dan tersedia. Menurut de Haan (1973) dalam Baried (1985:57-58), mengenai terjadinya teks ada beberapa kemungkinan:

1. aslinya hanya ada dalam ingatan pengarang atau pengelola cerita.turun-temurun terjadi secara terpisah yang satu dengan yang lain melalui dikte apabila orang ingin memiliki teks itu sendiri. Tiap kali teks diturunkan dapat terjadi variasi. Perbedaan teks adalah bukti berbagai pelaksanaan penurunan dan perkembangan cerita sepanjang hidup pengarang;
2. aslinya adalah teks tertulis, yang lebih kurang merupakan kerangka yang masih memungkinkan atau memerlukan kebebasan seni. Dalam hal ini, ada kemungkinan bahwa aslinya disalin begitu saja dengan tambahan seperlunya. Kemungkinan lain ialah aslinya disalin, dipinjam, diwarisi, atau dicuri.
Terjadilah cabang tradisi kedua atau ketiga di samping yang telah ada karena varian-varian pembawa cerita dimasukkan;
3. aslinya merupakan teks yang tidak mengizinkan kebebasan dalam pembawaannya karena pengarang telah menentukan pilihan kata, urutan-urutan kata, dan komposisi untuk memenuhi maksud tertentu yang ketat dalam bentuk literer itu.

Frekuensi penyalinan naskah tergantung pada sambutan masyarakat terhadap suatu naskah, frekuensi tinggi penyalinan menunjukkan bahwa naskah itu sangat digemari, misalnya naskah WS yang jumlahnya sangat banyak dan terdapat di berbagai daerah, dan sebaliknya, apabila frekuensi penyalinan kurang ini merupakan petunjuk bahwa suatu naskah kurang populer dan kurang diminati oleh masyarakat. Frekuensi tinggi dalam penyalinan mengakibatkan ketidaksempurnaan teks naskah tersebut. Sering terjadi penghilangan, penambahan, atau pergantian fonem, kata, frase, dan klausa terhadap teks salinan mengakibatkan kurangnya keaslian teks tersebut. Semakin banyaknya kerusakan, korup, atau varian pada naskah salinan maka mengakibatkan sulitnya menentukan naskah salinan yang paling dekat dengan naskah aslinya. Akibat penyalinan, terjadilah beberapa atau bahkan banyak naskah mengenai suatu cerita. Dalam penyalinan yang berkali-kali itu tidak tertutup kemungkinan timbulnya berbagai kesalahan atau perubahan. Hal itu terjadi, antara lain, karena mungkin si penyalin kurang memahami bahasa atau pokok persoalan naskah yang disalin itu; mungkin pula karena tulisan tidak terang, karena salah baca; atau karena ketidaktelitian sehingga beberapa hurup hilang (haplografi), penyalinan maju dari perkataan ke perkataan yang sama (saut du meme an meme), suatu kata, suatu bagian kalimat, beberapa baris, atau satu bait terlampaui, atau sebaliknya ditulis dua kali (ditografi). Penggeseran dalam lafal dapat mengubah ejaan; ada kalanya hurup terbalik atau baris puisi tertukar; demikian pula dapat terjadi peniruan bentuk kata karena pengaruh perkatan lain yang baru saja disalin. Dalam proses salin-menyalin yang demikian, korupsi atau rusak bacaan tidak dapat dihindari. Di samping perubahan yang terjadi karena ketidaksengajaan, setiap penyalin bebas untuk dengan sengaja menambah, mengurangi, mengubah naskah, menurut seleranya disesuaikan dengan situasi dan kondisi zaman penyalinan (Baried, 1985:59).

Isi Teks

Isi teks tersebut beranekaragam yang mencerminkan dinamika budaya bangsa yang memilikinya. Teks dapat berupa karya sastra, penuangan ide-ide/gagasan, cita-cita, ilmu pengetahuan, atau singkatnya dapat berupa segala hal yang dapat dituliskan. Beberapa teks dewasa ini menjadi teks yang monumental karena menjadi simbol persatuan bangsa dan negara, dan menjadi penjelas dari berbagai peristiwa masa lalu yang bermakna bagi suatu bangsa (Sudardi, 2001:5). Dilihat dari kandungan maknanya, wacana yang berupa teks klasik itu mengemban fungsi tertentu, yaitu membayangkan pikiran dan membentuk norma yang berlaku, baik bagi orang sezaman maupun bagi generasi mendatang (Baried, 1985:4-5). Berdasarkan isi kandungannya, teks dapat berisi berbagai aspek kehidupan sehari-hari di dunia, di antaranya: politik, ekonomi, pemerintahan, sosial, dan budaya, karena teks merupakan penuangan ide-ide/gagasan, imajinasi, dan pengalaman sehari-hari penulisnya. Seperti halnya teks sastra, pengarang menuangkan segala ide-ide/gagasan, imajinasi, dan pengalamannya menjadi sebuah karya sastra yang mengandung amanat (pesan) bagi para pembaca. Naskah-naskah di Nusantara mengemban isi yang sangat kaya. Kekayaan itu dapat ditunjukkan oleh aneka ragam aspek kehidupan yang dikemukakan, misalnya masalah sosial, politik, ekonomi, agama, kebudayaan, bahasa, dan sastra. Apabila dilihat sifat pengungkapannya, dapat dikatakan bahwa kebanyakan isinya mengacu kepada sifat-sifat historis, didaktis, religius, dan belletri (Baried, 1985:4). Teks naskah yang dihasilkan tidak hanya terbatas kepada masalah keagamaan, teks naskah Sunda isinya sangat beragam, antara lain mengandung unsure sejarah (Babad Banten, Babad Cirebon), obat-obatan, primbon, cerita fiksi, dan lain-lain. Menurut Iskandarwassid (1996:154), berdasarkan isinya, naskah-naskah Sunda ada yang berisi tentang agama, bahasa, hukum (adat, aturan), kemasyarakatan, mitologi, etika, ilmu pengetahuan, paririmbon, sastra, babad atau sastra sejarah, sejarah, dan kesenian. Naskah yang isinya karya sastra termasuk naskah yang paling banyak.
Menurut Ekadjati (2001), berdasarkan hasil inventarisasi kami yang pertama, secara garis besar isi naskah Sunda dapat dibedakan atas 12 jenis, yaitu agama, bahasa, hukum/adat, kemasyarakatan, mitologi, pendidikan,pengetahuan, primbon, sastra, sastra sejarah, sejarah, dan seni (Ekadjati dkk, 1988:4).

 

B.CIRI KHAS SUATU TEKS

ciri khusus teks sastra itu salah satunya ditandai oleh adanya unsur-unsur intrinsik karya sastra yang berbeda dengan unsur-unsur yang membangun bahan bacaan lainnya.

 

C. Jenis-jenis teks dalam kaidah tekstologi

Dalam penjelmaan dan penurunannya, secara garis besar dapat disebutkan adanya tiga macam teks, yaitu:

1. teks lisan (tidak tertulis);

2. teks naskah tulisan tangan;

3. teks cetakan (Baried, 1985:56).

Kalau kita lihat berdasarkan masa perkembangannya, teks yang pertama ada adalah teks lisan, teks lisan lahir dari cerita-cerita rakyat yang diturunkan secara turun-temurun dari generasi ke generasi melalui tradisi mendongeng. Teks lisan berkembang menjadi teks naskah tulisan tangan yang merupakan kelanjutan dari tradisi mendongeng, cerita-cerita rakyat yang pernah dituturkan disalin ke dalam sebuah tulisan dengan menggunakan alat dan bahan yang sangat sederhana dan serta menggunakan aksara dan bahasa daerahnya masing-masing. Teks naskah tulisan tangan ini masih tradisional, setelah ditemukannya mesin cetak dan kertas oleh bangsa Cina maka perkembangan teks pun menjadi lebih maju, pada masa ini orang tidak harus susah-susah menyalin sebuah teks, tetapi teks-teks sangat mudah diperbanyak dengan waktu yang tidak lama maka lahirlah teks-teks cetakan.

 

 

D. Kaidah Teks Sastra dalam Kajian Tekstologi

Baried (1985:57), menyebutkan ada sepuluh prinsip Lichacev yang dapat dijadikan sebagai pegangan untuk penelitian tekstologi yang pernah diterapkan terhadap karya-karya monumental sastra lama Rusia. Kesepuluh prinsip tersebut adalah sebagai berikut:

1. Tekstologi adalah ilmu pengetahuan yang menyelidiki sejarah teks suatu karya. Salah satu di antara penerapannya yang praktis adalah edisi ilmiah

teks yang bersangkutan;

2. Penelitian teks harus didahulukan dari penyuntingannya;

3. Edisi teks harus menggambarkan sejarahnya;

4. Tidak ada kenyataan tekstologi tanpa penjelasannya;

5. Secara metodis perubahan yang diadakan secara sadar dalam sebuah teks (perubahan ideology, artistic, psikologis, dan lain-lain) harus didahulukan daripada perubahan mekanis, misalnya kekeliruan tidak sadar oleh seorang penyalin;

6. Teks harus diteliti sebagai keseluruhan (prinsip kekompleksan pada penelitian teks);

7. Bahan-bahan yang mengiringi sebuah teks (dalam naskah) harus diikutsertakan dalam penelitian;

8. Perlu diteliti pemantulan sejarah teks sebuah karya dalam teks-teks dan monumen sastra lain;

9. Pekerjaan seorang penyalin dan kegiatan skriptoria-skriptoria (sanggar penulisan/penyalinan: biara, madrasah) tertentu harus diteliti secara menyeluruh;

10. Rekonstruksi teks tidak dapat menggantikan teks yang diturunkan dalam naskah-naskah.

 

C. PENUTUP

 

Bahasa yang dipakai dalam kesusastraan bukan saja berfungsi sebagai alat komunikasi, tetapi lebih dari itu bahasa sastra memberi makna yang lebih luas terhadap komunikasi dan hubungan antar manusia.Bahasa sebagai media pengucapan yang mampu menimbulkan kesan, keindahan amat dipentingkan dalam suatu karya sastra. Kemampuan mengeksploitasi bahasa dalam segala dimensilah yang membedakan karya sastra dengan karya-karya yang lain. penghubung antara sesama anggota masyarakat dalam kegiatan sosial dan kebudayaan, tetapi gaya bahasa dalam kesusastraan berbeda dengan bahasa yang digunakan dalam percakapan sehari-hari. Bahasa sastra berbeda dengan bahasa pidato politik, bahasa surat kabar, atau bahasa buku teks.

 

Teks ialah ungkapan bahasa yang menurut isi, sintaksis, dan pragmatik merupakan satu kesatuan (Luxemburg dkk, 1989:86). Dari pengertian tersebut dapat diartikan teks adalah suatu kesatuan bahasa yang memiliki isi dan bentuk, baik lisan maupun tulisan yang disampaikan oleh seorang pengirim kepada penerima untuk menyampaikan pesan tertentu.

 

Istilah teks sebenarnya berasal dari kata text yang berarti ‘tenunan’. Teks dalam filologi diartikan sebagai ‘tenunan kata-kata’, yakni serangkaian kata-kata yang berinteraksi membentuk satu kesatuan makna yang utuh. Teks dapat terdiri dari beberapa kata, namun dapat pula terdiri dari milyaran kata yang tertulis dalam sebuah naskah berisi cerita yang panjang

 

Referensi

http://bahasadansastrablog.blogspot.com/2016/11/makalah-kaidah-kaidah-sastra.html?m=1

http://sitinurakidah311.blogspot.com/2016/03/?m=1

https://massofa.wordpress.com/2011/02/11/teks-tekstologi-dan-kritik-teks/

https://sasadaramanjerkawuryanblog.wordpress.com/2017/01/23/tekstologi-dan-paleografi/

https://www.sastrawacana.id/2019/01/pengertian-tekstologi-secara-umum-dan.html?m=1

http://eprints.ums.ac.id/44850/3/BAB%20I.pdf

https://www.trigonalmedia.com/2015/08/pengertian-dan-ciri-ciri-bahasa-sastra.html

 

 

 

Postingan Populer